Powered By Blogger

20 November 2012

KAJIAN HUKUM PENAMBANGAN GALIAN GOLONGAN C OLEH PT. MULTI MARINDO KOMUNITAS PEDULI LINGKUNGAN PERUM PANORAMA JATINANGOR (KPLPJ) 

1. KAJIAN PERPANJANGAN IUP PENAMBANGAN GALIAN GOLONGAN C (BATU ANDESIT) PT. MULTI MARINDO KAJIAN ASPEK TEKNIS 1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP  


  1. Pasal 37 ayat (2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) dapat dibatalkan apabila: a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi; 1.2. Pasal 40 (1) Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. (2) Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan. (3) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbarui izin lingkungan. 
  2. Analisis Risiko Lingkungan Hidup Pasal 47 (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko lingkungan hidup. (2) Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pengkajian risiko; b. pengelolaan risiko; dan/atau c. komunikasi risiko. 
  3. Pasal 49 ayat (3) Pelaksanaan audit lingkungan hidup terhadap kegiatan tertentu yang berisiko tinggi dilakukan secara berkala 
  4. Penanggulangan Pasal 53 (1) Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. (2) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat; b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 
  5. Pemulihan Pasal 54 ayat (2) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan: a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; b. remediasi; c. rehabilitasi; d. restorasi; dan/atau e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 
  6. Hak Pasal 65 (1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. (2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. (3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. (4) Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (5) Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
  7. Pasal 66 Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata. 
  8. Kewajiban Pasal 67 Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. 
  9. Pasal 68 Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban: a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar,akurat, terbuka, dan tepat waktu; b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. 
  10. Pasal 69 (1) Setiap orang dilarang: hurup J. memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar. 
  11. PERAN MASYARAKAT Pasal 70 (1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (2) Peran masyarakat dapat berupa: a. pengawasan sosial; b. pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau c. penyampaian informasi dan/atau laporan. (3) Peran masyarakat dilakukan untuk: a. meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; b. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan; c. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; d. menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan e. mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. 
  12. Pasal 74 (1) Pejabat pengawas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) berwenang: a. melakukan pemantauan; b. meminta keterangan; c. membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan; d. memasuki tempat tertentu; e. memotret; f. membuat rekaman audio visual; g. mengambil sampel; h. memeriksa peralatan; i. memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau j. menghentikan pelanggaran tertentu. (2) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan hidup dapat melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik pegawai negeri sipil. (3) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang menghalangi pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup. 
  13. Hak Gugat Masyarakat Pasal 91 (1) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. (2) Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya. (3) Ketentuan mengenai hak gugat masyarakat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.  
  14. Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup Pasal 92 (1) Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup. (2) Hak mengajukan gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil. (3) Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi persyaratan: a. berbentuk badan hukum; b. menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan c. telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling singkat 2 (dua) tahun. 
  15. Gugatan Administratif Pasal 93 (1) Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara apabila: a. badan atau pejabat tata usaha Negara menerbitkan izin lingkungan kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen amdal; b. badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada kegiatan yang wajib KL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL; dan/atau c. badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan. (2) Tata cara pengajuan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara mengacu pada Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. 
  16. KETENTUAN PIDANA Pasal 98 (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). 
  17. Pasal 99 (1) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 
  18. Pasal 110 Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 
  19. Pasal 111 (1) Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). (2) Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 
  20. Pasal 112 Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundangundangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 
  21. Pasal 113 Setiap orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 
  22. Pasal 114 Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 
  23. Pasal 115 Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri sipil dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 

2. PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 


  1. Pasal 2 Huruf i Yang dimaksud dengan “asas kearifan lokal” adalah bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. a. Masyarakat / warga perum panorama Jatinangor terganggu dengan adanya kegiatan penambangan PT.Multi Marindo; b. Tatanan hudup bermasyarakat menjadi tidak tentram dan tidak nyaman; c. Timbulnya konflik horizontal baik secara lansung (konfrontasi) maupun tidak lansung (phsy war); d. Adanya politik adu domba sehingga kehidupan bermasyarakat selalu saling curiga, saling tuduh/fitnah; e. Tumbuh dan berkembangnya imej ketidak pecayaan antar warga satu sama lainya. f. Reklamasi tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan hidup g. Untuk keamanan dan keselamatan waga tidak ada pengamanan terasiring/benteng h. Dalam hal polusi udara tidak ada ruang terbuka hijau (RTH) sehingga kesehatan pernapasan warga terancam. 
  2. Pasal 13 Ayat (1) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dimaksud dalam ketentuan ini, antara lain pengendalian: a. pencemaran air, udara, dan laut; dan b. kerusakan ekosistem dan kerusakan akibat perubahan iklim. 
  3. Pasal 15 Ayat (2) Huruf b Dampak dan/atau risiko lingkungan hidup yang dimaksud meliputi : a. perubahan iklim; b. kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati; c. peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan; d. penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam; e. peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan; f. peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau g. peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. 
  4. Pasal 45 Ayat (2) Kriteria kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi, antara lain, kinerja mempertahankan kawasan koservasi dan penurunan tingkat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. 
  5. Pasal 73 Yang dimaksud dengan “pelanggaran yang serius” adalah tindakan melanggar hukum yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang relatif besar dan menimbulkan keresahan masyarakat. 
  6. Pasal 80 Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “ancaman yang sangat serius” adalah suatu keadaan yang berpotensi sangat membahayakan keselamatan dan kesehatan banyak orang sehingga penanganannya tidak dapat ditunda. 
  7. “Menurut UU No 32/2009 tentang Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup, pejabat pemerintah yang dengan sengaja tidak memperdulikan lingkungan hidup maka akan dipidana,” 

 2. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN 


  1. I UMUM. Pemanfaatan sumber daya alam tersebut hendaknya dilandasi oleh tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu menguntungkan secara ekonomi (economically viable), diterima secara sosial (socially acceptable), dan ramah lingkungan (environmentally sound). Proses pembangunan yang diselenggarakan dengan cara tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas kehidupan generasi masa kini dan yang akan datang. 
  2. Pasal 28 Ayat (4) Lingkup penilaian oleh tim teknis antara lain: a. kesesuaian lokasi dengan rencana tata ruang; b. kesesuaian dengan pedoman umum dan/atau pedoman teknis di bidang Amdal; c. ketepatan dalam penerapan metode penelitian/analisis; d. kesahihan data yang digunakan; e. kelayakan desain, teknologi, dan/atau proses produksi yang digunakan dari aspek perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan f. kelayakan ekologis, sosial, dan kesehatan. Ayat (4) Huruf c Pertimbangan kelayakan lingkungan dinilai tidak hanya dari kemampuan pemrakarsa untuk menanggulangi dampak negatif tetapi juga dilihat dari kemampuan pihak terkait, seperti pemerintah dan masyarakat. Yang dimaksud dengan “pendekatan teknologi” adalah cara atau teknologi yang digunakan untuk mengelola dampak penting.Yang dimaksud dengan “pendekatan sosial” adalah langkah penanggulangan dampak penting dan dilakukan melalui tindakan yang berlandaskan pada interaksi sosial.Yang dimaksud dengan “pendekatan kelembagaan” adalah penanggulangan dampak penting melalui mekanisme kelembagaan dalam bentuk koordinasi dan kerjasama dengan berbagai pihak terkait. Cukup jelas. 

 3. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN 

 3.1. Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 

  1. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan. 
  2. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan. 
  3. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak
  4. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan hidup.
  5. Dampak Penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan. 
  6. Kerangka Acuan adalah ruang lingkup kajian analisis dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan. 
  7.  Analisis Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Andal, adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan. 
  8. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut RKL, adalah upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan.
  9. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut RPL, adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan. 
  10. Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup adalah keputusan yang menyatakan kelayakan lingkungan hidup dari suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Amdal. 
3.2. Pasal 3 ayat (2) Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki UKL-UPL. 
3.3. Pasal 8 ayat (4) Pendekatan studi kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan apabila Pemrakarsa merencanakan untuk melakukan lebih dari 1 (satu) Usaha dan/atau Kegiatan yang perencanaan dan pengelolaannya saling terkait, terletak dalam satu kesatuan zona rencana pengembangan kawasan, yang pengelolaannya dilakukan oleh pengelola kawasan.
3.4. Pasal 9

  1. Pemrakarsa, dalam menyusun dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, mengikutsertakan masyarakat: a. yang terkena dampak; b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau c. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal. 
  2. Pengikutsertaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pengumuman rencana Usaha dan/atau Kegiatan; dan b. konsultasi publik.
  3. Pengikutsertaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum penyusunan dokumen Kerangka Acuan. 
  4. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, berhak mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan terhadap rencana Usaha dan/atau Kegiatan. 
  5. Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara tertulis kepada Pemrakarsa dan Menteri, gubernur, atau bupati/walikota. 
  6. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam penyusunan Amdal diatur dengan Peraturan Menteri. 
3.5. Pasal 13

  1. Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup dikecualikan dari kewajiban menyusun Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 apabila: a. lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatannya berada di kawasan yang telah memiliki Amdal kawasan; b. lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatannya berada pada kabupaten/kota yang telah memiliki rencana detil tata ruang kabupaten/kota dan/atau rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota; atau c. Usaha dan/atau Kegiatannya dilakukan dalam rangka tanggap darurat bencana.
  2. Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, wajib menyusun UKL-UPL berdasarkan: a. dokumen RKL-RPL kawasan; atau b. rencana detil tata ruang kabupaten/kota dan/atau rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota. 
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian untuk Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri. 
 3.6. Pasal 14 ayat (2) Lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib sesuai dengan rencana tata ruang. 
 3.7. Pasal 29 (3) Rekomendasi hasil penilaian Andal dan RKL-RPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa: a. rekomendasi kelayakan lingkungan; atau b. rekomendasi ketidaklayakan lingkungan. (4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan pertimbangan paling sedikit meliputi: a. prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat penting dampak dari aspek biogeofisik kimia, sosial, ekonomi, budaya, tata ruang, dan kesehatan masyarakat pada tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi, dan pascaoperasi Usaha dan/atau Kegiatan; b. hasil evaluasi secara holistik terhadap seluruh Dampak Penting hipotetik sebagai sebuah kesatuan yang saling terkait dan saling memengaruhi, sehingga diketahui perimbangan Dampak Penting yang bersifat positif dengan yang bersifat negatif; dan c. kemampuan Pemrakarsa dan/atau pihak terkait yang bertanggung jawab dalam menanggulangi Dampak Penting yang bersifat negatif yang akan ditimbulkan dari Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan, dengan pendekatan teknologi, sosial, dan kelembagaan. 
 3.8. Pasal 38 ayat (2) Dalam hal Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan Pemrakarsa wajib memiliki izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Rekomendasi UKL-UPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencantumkan jumlah dan jenis izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 
 3.9. BAB V KOMISI PENILAI AMDAL Pasal 56 ayat (3) Anggota Komisi Penilai Amdal terdiri atas : c. untuk Komisi Penilai Amdal kabupaten/kota, beranggotakan unsur dari: 

  1. instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penataan ruang kabupaten/kota; 
  2. instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kabupaten/kota; 
  3. instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal kabupaten/kota; 
  4. instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan kabupaten/kota; 
  5. instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan kabupaten/kota; 
  6. instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan kabupaten/kota; 
  7. wakil instansi Pusat, instansi provinsi, dan/atau kabupaten/kota yang urusan pemerintahannya terkait dengan dampak Usaha dan/atau Kegiatan; 
  8. ahli di bidang yang berkaitan dengan rencana Usaha dan/atau Kegiatan; 
  9. ahli di bidang yang berkaitan dengan dampak dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan; 
  10. wakil dari organisasi lingkungan yang terkait dengan Usaha dan/atau Kegiatan yang bersangkutan; 
  11. masyarakat terkena dampak; dan 
  12. unsur lain sesuai kebutuhan.
 3.10. Pasal 59 1) Tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf a terdiri atas: a. ahli dari instansi teknis yang membidangi Usaha dan/atau Kegiatan yang bersangkutan dan instansi lingkungan hidup; dan b. ahli lain dan bidang ilmu yang terkait. 

 4. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 45,2012 PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA 5. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP 

  1. Pasal 1 ayat 2. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut SPPL, adalah pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatannya di luar usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL. 
  2. .............................

6. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA 


  1. Pasal 26 Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c meliputi: a. untuk IUP Eksplorasi meliputi pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. b. untuk IUP Operasi Produksi meliputi: 1. pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan 2. persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
  2. PENGHENTIAN SEMENTARA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN Pasal 76 (1) Kegiatan usaha pertambangan dapat dilakukan penghentian sementara apabila terjadi: a. keadaan kahar; b. keadaan yang menghalangi; dan/atau c. kondisi daya dukung lingkungan. (2) Penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi masa berlaku IUP dan IUPK. (3) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, penghentian sementara dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan permohonan dari pemegang IUP atau IUPK. (4) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, penghentian sementara dilakukan oleh: a. inspektur tambang; b. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan permohonan dari masyarakat. 

7. UU HAM NO. 39 TAHUN 1999 8.1. HAM DAN KEBEBASAN MANUSIA 


  1. Pasal 9 (1) Setiap orang berhak untuk hidup, dan mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya. (2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. (3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. 
  2. Pasal 7 (1) Setiap orang berhak untuk menggunakan semua upaya hukum nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh hukum Indonesia dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima negara Republik Indonesia. (2) Ketentuan hukum internasional yang telah diterima negara Republik Indonesia yang menyangkut hak asasi manusia menjadi hukum nasional 
  3. Pasal 30 Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
  4. Pasal 35 Setiap orang berhak untuk hidup di dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman dan tenteram, yang menghormati, melindungi dan melaksanakan sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana diatur dalam Undang-undang, 
  5. Pasal 101 Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak menyampaikan laporan atas terjadinya pelanggaran hak asasi amnusia kepada Komnas HAM atau lembaga lain yang berwenang dalam rangka perlindungan, penegakkan, dan pemajuan hak asasi manusia 

 8. SOP Perizinan PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN KABUPATEN SUMEDANG


  1. Pengaduan Masyarakat adalah laporan dari masyarakat mengenai adanya keluhan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan perizinan. 
  2. Tim Teknis Pasal 16 (1) Tim Teknis mempunyai tugas memeriksa kebenaran dari dan informasi yang tercantum dalam berkas permohonan pelayanan di lapangan. (2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Teknis mempunyai fungsi; a. pengujian lapangan; b. pembuatan berita acara lapangan; c. pembahasan teknis; d. pembuatan rekomendasi hasil uji lapangan dan pembahasan teknis; e. pemantauan penerapan dan dampak pelayanan. 
  3. Pasal 17 (1) Pelaksanaan monitoring Penyelenggaraan Perizinan Terpadu dilaksanakan oleh Bupati melalui pejabat yang ditunjuk. (2) Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. (3) Pada kegiatan monitoring dapat dilakukan tindakan pengendalian sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

 9. LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR TAHUN 2003 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 28 TAHUN 2003 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG 


  1. b. bahwa untuk terwujudnya optimalisasi pemanfaatan bahan galian golongan C agar dikelola secara transparan dan berwawasan lingkungan bagi kemakmuran rakyat, maka perlu diatur kegiatan usaha pertambangan bahan galian golongan C; 
  2. Pasal 1 ayat 1. Usaha pertambangan adalah segala kegiatan pertambangan yang meliputi beberapa tahap kegiatan antara lain penyelidikan umum, ekplorasi, eksploitasi, pengolahan/pemurnian, pengangkutan dan penjualan, konservasi bahan galian serta reklamasi lahan pasca tambang. 
  3. ayat 38. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan, pembinaan kepatuhan pemenuhan kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
  4. Pasal 4 e. Melakukan pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan bahan galian golongan C; f. Melakukan upaya penertiban kegiatan usaha pertambangan bahan galian golongan C;
  5. Pasal 5 (1) Bupati menetapkan wilayah pertambangan bahan galian golongan C yang terdapat dalam daerah agar dapat digali dan dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat. (2) Penetapan lokasi wilayah pertambangan bahan galian golongan C sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. (3) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, Bupati menetapkan wilayah tertutup untuk kegiatan usaha pertambangan bahan galian golongan C. 
  6. pasal 9 (1) Dalam setiap pemberian IUP, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk harus mempertimbangkan aspek teknis, lingkungan, ekonomi, sosial budaya dan sumber daya alam.
  7. Pasal 13 (1) IUP Eksploitasi dapat diberikan untuk jangka waktu maksimal 15 (lima belas) tahun dan dapat diperpanjang maksimal 2 (dua) kali, untuk setiap kali perpanjangan jangka waktunya maksimal 5 (lima) tahun. (2) Permohonan perpanjangan IUP Eksploitasi diajukan 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya IUP. (3) IUP Eksploitasi untuk jangka waktu lebih dari 2 (dua) tahun wajib daftar ulang setiap 2 (dua) tahun sekali, kecuali IUP Eksploitasi yang terletak di sungai diwajibkan daftar ulang 1 (satu) tahun sekali. (4) Permohonan daftar ulang IUP Eksploitasi diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum jatuh tempo daftar ulang. 
  8. Hak dan Kewajiban Pemegang Izin Pasal 16 d. Memperbaiki atas beban dan biaya sendiri maupun secara bersama-sama semua kerusakan pada bangunan pengairan dan badan jalan termasuk tanggul-tanggul dan bagian tanah yang berguna bagi saluran air, yang terjadi atau yang diakibatkan karena pengambilan/penambangan dan pengangkutan bahan-bahan galian yang pelaksanaan perbaikannya berdasarkan perintah/petunjuk instansi terkait; e. Memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemaran, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mengikuti petunjuk dari Dinas dan instansi lainnya yang berwenang; f. Melakukan reklamasi dimana peruntukan lahannya harus sesuai dengan Peraturan Tata Ruang Kabupaten yang penanganannya harus memperhatikan kondisikondisi fisik antara lain geografi, geologi, hidrologi, topografi, kondisi sosial, ekonomi, budaya dan agama; 
  9. Masa Berakhirnya dan Pencabutan Izin Pasal 18 2) IUP dapat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi karena : a. Pemegang IUP tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana syarat-syarat yang ditentukan dalam IUP; b. Untuk kepentingan umum yang lebih luas dan keseimbangan lingkungan hidup; (3) IUP dapat dihentikan sementara dalam hal : a. Terjadi penyimpangan dalam batas-batas tertentu terhadap persyaratan teknis IUP; b. Timbulnya akibat-akibat negatif yang dapat membahayakan. 
  10. Pasal 23 (1) Apabila dalam pelaksanaan usaha pertambangan bahan galian golongan C dapat menimbulkan bahaya/merusak lingkungan hidup, pemegang IUP diwajibkan menghentikan kegiatannya dan mengusahakan penanggulangannya serta segera melaporkan kepada Kepala Dinas atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Dalam hal terjadi atau diperhitungkan akan terjadi bencana yang mengakibatkan kerugian terhadap masyarakat atau merusak lingkungan hidup Bupati dapat mencabut IUP 
  11. Pasal 24 Pembelian / penyimpanan / penimbunan, pengangkutan, penggunaan, pemusnahan dan pemindah tanganan bahan peledak dalam usaha pertambangan bahan galian golongan C, harus mendapat izin sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. 
  12. Ketentuan Pidana Pasal 45 (1) Barang siapa melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan sebagimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 16 Ayat (2) dan (3), serta Pasal 31 Peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah). 
  13. DANA JAMINAN REKLAMASI Pasal 54 (1) Setiap pemegang IUP diwajibkan untuk menyetorkan dana jaminan reklamasi dalam bentuk SIMPEDA/Deposito pada Bank Jabar Cabang Sumedang. (2) Perhitungan besarnya dana jaminan reklamasi didasarkan kepada rencana kegiatan yang tercantum dalam Buku Rencana Eksploitasi Tambang yang telah mendapat persetujuan Kepala Dinas. (3) Bentuk, susunan dan isi Buku Rencana Eksploitasi Tambang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Dinas. (4) Pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara penyetoran, penyimpanan dan penggunaan dana jaminan reklamasi oleh pemegang IUP, akan ditetapkan dengan Keputusan Bupati. 
  14. Pasal 55 (1) Setiap pemengang IUP yang kegiatannya menimbulkan dampak penting diwajibkan melaksanakan kegiatan sesuai dengan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang sudah disetujui. (2) Dinas/Instansi terkait memberikan bimbingan dan pengarahan teknis terhadap pelaksanaan AMDAL. (3) Pelaporan kegiatan pelaksanaan AMDAL harus sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. (4) Untuk mencapai keseimbangan lingkungan yang baru, pemegang IUP wajib melakukan reklamasi lahan bekas tambang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 
  15. Pasal 56 (1) Setiap pemegang IUP yang kegiatannya tidak menimbulkan dampak penting wajib melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan serta reklamasi lahan bekas tambang yang dilaksanakan sesuai Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) yang telah disetujui oleh Bupati cq. Kepala Dinas dengan mengikutsertakan pemilik tanah dan atau masyarakat setempat. (2) Di dalam pelaksanaan UKL dan UPL serta reklamasi, pemegang IUP wajib melakukan konsultasi teknis dengan Dinas dan atau Instansi teknis terkait lainnya. (3) Pelaporan UKL dan UPL serta reklamasi harus sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Bupati melalui Kepala Dinas. (4) Terhadap laporan UKL dan UPL serta reklamasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) pasal ini, Dinas melakukan penilaian, petunjuk dan atau persetujuan. 
  16. Pasal 57 (1) Pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan 56 Peraturan Daerah ini, dilakukan selama kegiatan pengelolaan bahan galian Golongan C berjalan dan pasca kegiatan pertambangan. (2) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang berada dalam wilayah IUP menjadi tanggung jawab Dinas. 
  17. Pasal 59 (3) PIT dapat menghentikan sementara kegiatan pengelolaan bahan galian Golongan C dalam hal : a. Terjadi penyimpangan dalam batas-batas tertentu terhadap persyaratan teknis IUP; b. Terjadi konflik dengan masyarakat setempat; c. Menimbulkan akibat negatif yang cenderung membahayakan terutama bagi keselamatan manusia. 


 10. PERATURAN DAERAH NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2009-2029 


  1. b. bahwa keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang, memerlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif dan partisipatif, agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan 
  2. Pasal 56 f. Kabupaten Sumedang, diarahkan sebagai PKL, dengan sarana dan prasarana, untuk kegiatan utama agribisnis dan industri, serta kegiatan pertambangan mineral. 
  3. Pasal 59 Ayat 2. Fokus pengembangan WP KK Cekungan Bandung, mencakup : e.Kabupaten Sumedang, diarahkan sebagai PKL, dilengkapi sarana dan prasarana pendukung, serta pusat pendidikan tinggi di kawasan Jatinangor, agrobisnis, dan industri non-polutif. Ayat (3) b. Pengembangan infrastruktur perhubungan, meliputi: 3.Reaktivasi jalur KA Perkotaan Rancaekek-Jatinangor-Tanjungsari; e. Pengembangan infrastruktur permukiman, terdiri atas: 1. Pengembangan permukiman perkotaan, meliputi: a) Pengembangan hunian vertikal terutama di kawasan perkotaan, industri dan pendidikan, khususnya di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi dan Jatinangor di Kabupaten Sumedang; 
  4. Pasal 60 Rencana keterkaitan fungsional antar WP dalam pembangunan dan peningkatan infrastruktur wilayah, terdiri atas a. WP Bodebekpunjur-WP Purwasuka-WP KK Cekungan Bandung -WP 4. Pembangunan jalur KA Antar Kota Rancaekek-Jatinangor- Tanjungsari-Kertajati-Kadipaten-Cirebon;
  5. Pasal 61 (1) Penetapan KSP dilaksanakan dengan memperhatikan KSN, yang meliputi: e. Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Tanjung Sari; 10.6. Arahan Perizinan Pasal 104 (3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Setiap pejabat Pemerintah Daerah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. (5) Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar batal demi hukum. (6) Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan RTRW, dibatalkan oleh Pemerintah Daerah. 
  6. Pasal 112 Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk: a. mengetahui rencana tata ruang; c. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya; d. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan e. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian. 
  7. Pasal 119 (2) Dalam hal hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbukti terjadi penyimpangan administratif dalam penyelenggaraan penataan ruang Daerah, Bupati/Walikota yang bersangkutan mengambil langkah penyelesaian sesuai kewenangannya. (3) Dalam hal Bupati/Walikota tidak melaksanakan langkah penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur mengambil langkah penyelesaian sesuai kewenangannya. 
  8. Pasal 121 Setiap orang dan/atau Badan dilarang : 1. melanggar ketentuan arahan peraturan zonasi di Daerah; 2. memanfaatkan ruang tanpa izin dan/atau tidak sesuai dengan izin berdasarkan RTRWP; 3. melanggar ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin yang diterbitkan berdasarkan RTRWP; 4. memanfaatkan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar; 5. memanfaatkan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; 6. melakukan kegiatan penambangan terbuka di dalam kawasan lindung; 7. melakukan kegiatan penambangan di kawasan rawan bencana dengan tingkat kerentanan tinggi; 8. melakukan kegiatan penambangan yang menimbulkan kerusakan lingkungan; 19. melakukan kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi; 20. memanfaatkan hasil tegakan di kawasan resapan air/kawasan imbuhan air tanah; 21. melakukan kegiatan pemanfaatan ruang yang dapat mengganggu bentang alam, kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarian flora dan fauna, serta fungsi lingkungan hidup di kawasan lindung; 23. melakukan kegiatan yang merusak kualitas dan kuantitas air, kondisi fisik kawasan, dan daerah tangkapan air; 25. melakukan kegiatan yang dapat menurunkan fungsi ekologis dan estetika kawasan dengan mengubah dan/atau merusak bentang alam serta kelestarian fungsi mata air termasuk akses terhadap kawasan mata air; 26. melakukan kegiatan pemanfaatan di sempadan mata air dalam radius 200 meter dari lokasi pemunculan mata air; 27. melakukan kegiatan yang mengubah dan/atau merusak, kondisi fisik kawasan mata air serta kelestarian mata air; 28. melakukan kegiatan yang mengubah dan/atau merusak RTH; 39. melakukan penggalian dan pemotongan lereng di kawasan rawan longsor dengan tingkat kerawanan tinggi (kemiringan lebih besar dari 40%); 42. memanfaatkan ruang yang mengubah dan/atau merusak bentang alam di kawasan kars; 
  9. Pasal 122 Arahan sanksi sebagaimana dimaksud Pasal 63 huruf d merupakan acuan dalam pengenaan sanksi terhadap: a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang; b. pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi sistem provinsi; c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRWP; d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRWP; e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRWP; f. pemanfataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang¬-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar. 
  10. Pasal 123 (1) Setiap orang dan/atau badan hukum yang melanggar ketentuan Pasal 121, dapat dikenakan sanksi administratif dan sanksi pidana. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan untuk pelanggaran administratif berbentuk : a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi; e. pencabutan izin; f. pembatalan izin; g. pembongkaran bangunan; h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau i. denda administratif. (3) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenakan pada pelanggaran Pasal 121 angka 20, 32 dan 48. (4) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. (5) Pengenaan sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Pengenaan sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dikenakan pada pelanggaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 121 angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, dan 49. 10.12. Pasal 125 (1) Barang siapa melakukan pelanggaran terhadap ketentuan 
  11. Pasal 121 angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, dan 49, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 
  12. Pasal 126 Bupati/Walikota dan Pejabat Pemerintah yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan RTRWP, diancam pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 

 11. LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 20 TAHUN 2004 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 33 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUMEDANG 


  1. c. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, serta Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat maka strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Sumedang harus sinergi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat; 
  2. Pasal 22 (1) Rencana pengembangan Sistem Pusat Kegiatan di Kabupaten Sumedang adalah: c. Menata distribusi PK Kabupaten, PK WP, PK Kecamatan 1 dan PK Kecamatan 2 yang mendukung keserasian perkembangan kegiatan pembangunan di dalam dan antar WP dalam kabupaten. (3) PK WP sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf c pasal ini, adalah Ibukota Kecamatan Tanjungsari, Wado, Darmaraja, Tomo dan Buahdua. 11.3. Rencana Wilayah Pengembangan (WP) Pasal 24 (3) Pembagian WP sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini terdiri dari: b. WP Tanjungsari 1) Meliputi Kecamatan Jatinangor, Cimanggung, Tanjungsari, Sukasari, Rancakalong dan Pamulihan, dengan pusat kegiatan di kota Tanjungsari; 2) Arahan pengembangan WP ini adalah kegiatan perkotaan, pendidikan tinggi, industri dan pertanian. 
  3. Pasal 29 e. Pengembangan sistem pengolahan sampah terutama pada daerah yang mengalami perkembangan pesat seperti Kota Sumedang serta Kota Tanjungsari, Jatinangor dan Cimanggung. 
  4. Pasal 30 (3) Kawasan prioritas sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) pasal ini terdiri dari: c. Kawasan Jatinangor – Tanjung sari - Cimanggung, merupakan kawasan yang berkembang pesat karena berada dalam pengaruh wilayah metropolitan Bandung dan adanya fungsi perguruan tinggi dan industri dan pengembangan perumahan. Rencana penanganannya adalah mengendalikan dan mengarahkan perkembangan fisik sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungannya; e. Kawasan di sekitar gerbang/ pintu keluar/masuk rencana jalan tol Cisumdawu yaitu wilayah Tanjungsari-Pamulihan, dan Kota Sumedang-Cimalaka. Rencana penanganannya adalah pengendalian dan pengarahan pengembangan kegiatan ikutan yang dapat berkembang sejalan dengan adanya jalan tol tersebut. 
  5. Pasal 37 Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a angka 1) Peraturan Daerah ini meliputi: a. Kawasan hutan yang berfungsi lindung yang berada di sebagian wilayah kecamatan Tanjungsari, Jatinangor, Cimanggung, Pamulihan, Sumedang Selatan, Ganeas, Situraja, Cisitu, Cibugel, Wado, Jatinunggal, Jatigede, Conggeang, Cimalaka dan Sukasari. b. Kawasan resapan air tersebar di setiap kecamatan. 
  6. Pasal 43 Rencana pengembangan kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf b angka 1 Peraturan Daerah ini, meliputi: a. Kawasan andalan agribisnis yang meliputi 5 kawasan terdiri dari 5) Kawasan Mangkarnata ( Manglayang, Kareumbi, Tampomas, Cakrabuana) : Kecamatan Cibugel, Wado, Jatinunggal, Tanjungsari, Cimanggung, Jatinangor, Sukasari dan Pamulihan. 
  7. Pasal 47 (1) Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf b angka 5 Peraturan Daerah ini, terdiri dari : a. permukiman perkotaan; b. permukiman pedesaan (2) Permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a Pasal ini, terletak di ibukota Kecamatan Jatinangor, Cimanggung, Tanjungsari, Rancakalong, Pamulihan, Sumedang Selatan dan Utara, Situraja, Darmaraja, Wado, Tomo, Paseh, Cimalaka, Cisarua, Tanjungkerta dan Buahdua. 
  8. Pasal 51 Untuk mewujudkan sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 Peraturan Daerah ini, maka program pengembangan sistem pusat kegiatan di Kabupaten Sumedang adalah : b. Penataan pusat kegiatan WP Tanjungsari 
  9. Pasal 52 (2) Penataan pusat kegiatan WP Tanjungsari sebagaimana dmaksud dalam Pasal 51 huruf b Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan : a. Pembangunan terminal tipe B di Kota Tanjungsari-Pamulihan ; b. Penataan dan pengembangan pasar skala WP di Tanjungsari; c. Pengembangan puskesmas di Tanjungsari; d. Pembangunan pusat informasi WP di Tanjungsari; e. Peningkatan kapasitas pelayanan air bersih di kawasan perkotaan; f. Peningkatan kapasitas pengelolaan sampah di Tanjungsari; g.Pengembangan pengelolaan air limbah dengan septik tank dengan bidang resapan di Kota Tanjungsari. 11.11. Pasal 53 Tahapan pengembangan sistem pusat kegiatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Peraturan Daerah ini adalah sebagai berikut: b. pengembangan pusat kegiatan WP Tanjungsari, Wado-Darmaraja, Tomo dan Buahdua dilaksanakan mulai tahun kedua perencanaan hingga akhir tahun perencanaan; 
  10. Pasal 56 Program pengembangan infrastruktur transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 Peraturan Daerah ini, dilakukan melalui kegiatan: h. Pengembangan dan penataan terminal angkutan umum 2) Terminal B terletak di terminal Wado dan terminal Tanjungsari/Pamulihan; j. Pengembangan sistem transportasi terpadu di wilayah perkotaan tertentu, yaitu Kota Sumedang serta wilayah perkotaan Tanjungsari, Jatinangor dan Cimanggung; 
  11. Pasal 62 Program pengembangan sistem pelayanan air bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a Peraturan Daerah ini adalah: c. Pengembangan sistem perpipaan terutama diprioritaskan di wilayah perkotaan pusat kegiatan kabupaten Kota Sumedang, dan pusat kegiatan WP meliputi kecamatan Sumedang Utara, Sumedang Selatan, Cimalaka, Ganeas, Wado, Darmaraja, Situraja, Tanjungsari, Jatinangor, Cimanggung, Tomo, Ujungjaya, Buahdua, Conggeang dan Paseh; 
  12. Pasal 63 Program pengembangan sistem pelayanan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b Peraturan Daerah ini adalah: h. Pengelolaan air limbah dengan septic tank dengan bidang resapan diarahkan untuk Kecamatan Jatinangor, Cimanggung, Pamulihan, Tanjungsari, Rancakalong, Sukasari. 
  13. Peran Serta Masyarakat Pasal 90: f. Kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup. 
  14. Pasal 97 (1) Pelanggaran atas pemanfaatan ruang yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang akan dikenakan sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, dapat berupa: a. Penghentian sementara pelayanan administratif; b. Penghentian sementara pemanfaatan ruang di lapangan; c. Denda administratif; d. Pengurangan luas pemanfaatan ruang; e. Pencabutan ijin pemanfaatan ruang. 
  15. Pasal 98 (1) Barang siapa melanggar ketentuan Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran. 
  16. Pasal 103 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang menjadi dasar untuk penertiban perijinan lokasi pembangunan.

Tidak ada komentar: